MNC dan Masalahnya Bertubi-tubi

Waktu baca :

4 menit
Trakteer Saya


Tiada habis-habisnya kita membicarakan grup media yang satu ini. Selain soal manuver politik yang dilakukan sang pemilik, tentu seperti yang kita ketahui bersama konten-konten grup media ini juga seringkali dicela, terutama stasiun TVnya. Yap, kita berbicara soal MNC.

Baru-baru ini, ada persoalan ketenagakerjaan yang dialami oleh grup MNC, dimana sebagai akibat penghentian penerbitan koran Sindo versi daerah dan tabloid Genie – Mom&Kiddie, semua karyawan yang bekerja di penerbitan keduanya mengalami PHK. Sebagian ada yang dirotasi, namun sebagian lainnya mengalami PHK.  

Menurut eks karyawan, tindakan perusahaan seperti tak membayar pesangon sesuai besaran yang ditentukan, pengiriman surat PHK yang dikirim dengan jasa kurir ke rumah masing-masing, hingga beragam ketidakjelasan lainnya, menjadi kisruh yang masih terjadi hingga tulisan ini dibuat. 

Belum usai satu masalah, per hari ini gedung yang sebelumnya menjadi kantor pusat MNCTV, alias CTPI versi HT sebelum pindah ke Kebon Jeruk, yang berlokasi di Taman Mini, dikuasai oleh pihak yang mengatasnamakan pendiri CTPI, Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut Soeharto. Bagi pembaca blog ini, tentu sudah tahu bagaimana kasus ini bermula. Kasus yang telah menguras energi selama sekitar 7 tahunan ini, namun telah terjadi lebih lama dari itu.  

Meskipun pihak MNC secara pasti akan mengajukkan tuntutan legal terkait eksekusi penguasaan ini, namun cepat atau lambat upaya CTPI untuk bersiaran kembali sudah mulai terlihat tanda-tandanya. Tonggaknya dimulai tahun 2015 lalu, CTPI pernah melaksanakan “perang frekuensi” alias interferensi selama 2 hari di frekuensi MNCTV Jakarta dalam beberapa menit. 

Jika kita menghitung masalah pribadi HT dalam catatan, tentu kasus SMS ancaman multitafsir kepada Jaksa Yuliantolah yang menambah deret masalah. Hampir sama seperti kasus Ahok, dimana perdebatan berujung pada apakah ini seperti yang dituduhkan atau tidak. Meskipun, memang tak bisa juga dibandingkan apple to apple, karena kasus Ahok sudah berekskalasi nasional. Sementara kasus HT ini tentu tak punya dampak yang lebih luas, apalagi sampai mengancam legitimasi pemerintahan yang sah seperti yang terjadi dalam kasusnya Ahok.  Namun, bukan ini yang mau saya bahas. 

Seperti yang kita tahu, HT seringkali menggunakan media massa yang ia punya untuk membela kepentingannya, termasuk mengklarifikasi jika ada info yang mereka anggap sesat. Ya, yang ini sudah basi sih. Kita tahu dari jaman WINHT, Prabowo-Hatta hingga Perindo, upaya ini sudah terlalu lazim dilakukan. Termasuk pula dalam kasus CTPI. Tapi, dalam kasus koran Sindo dan tabloidnya, mereka tak melakukan klarifikasi apapun, terutama di medianya sendiri. Setidaknya sampai tulisan ini diturunkan.  

 

Saya teringat kasus semacam ini terjadi di grup media lain. Pada tahun 2005, Kompas Gramedia mengambil alih perusahaan stasiun radio Jakarta News FM, yang kini menjadi Motion Radio. Pengambilalihan ini menimbulkan masalah. Kasus ini memang tarafnya masih kecil dibandingkan kasus HT ini, namun karena keterkaitan masalah dengan tenaga kerja, yang sama dengan yang dialami HT, saya mengambil contoh yang kurang lebih mirip. Masalah ini, seperti yang terjadi pula dengan koran Sindo, tidak disampaikan klarifikasinya, paling minimal diberitakan di koran Kompas atau media lain dibawah grup Kompas.  

Mengapa demikian? Bisa diduga bahwa citralah yang menjadi pertaruhan. Bukan apa-apa, baik grup Kompas maupun MNC sama-sama grup media yang besar. Sebuah resiko bernama oligarki media muncul kembali.  Mungkin hanya MNC saja yang dengan percaya diri mengklarifikasi tuduhan dan masalah yang dialami HT dan bisnisnya, kalau itu memang menguntungkan. Seperti ketika #RakyatBersamaHT dan #IndonesiaDukungHT mulai viral membela HT dalam kasus SMS Jaksa Yulianto. Bayangkan, dari pengamat hukum sampai penjual martabak dimintai pendapat yang hasilny serupa : HT dikriminalisasi, dihambat kepentingan politiknya, SMS bukan ancaman, HT tidak bersalah.  

Yang mengupas masalah-masalah tadi secara tuntas, adalah media dari grup lain. Termasuk yang menjadi kompetitor kuat. Jika dalam kasus MNC, Kompas yang termasuk kuat mengupas, maka dalam kasus Kompas yang kuat mengupas saat itu adalah Detikcom. Menarik, bahwa “serangan” empuk dalam bentuk framing bisa saja terjadi disini. Meskipun masalah-masalah tadi adalah fakta, tapi tentu ada kesempatan bernama framing muncul disitu.  

Dalam kasus penguasaan CTPI hari ini, CNN Indonesia dan Kumparan mengupasnya secara lengkap. CNN Indonesia TV menurunkan laporan langsung dari kantor Taman Mini. Kompas.com dan Tirto.id masih mengulik soal kasus Koran Sindo yang pada hari ini eks karyawannya melakukan pertemuan dengan Kemenakertrans, yang sayangnya tak dihadiri oleh pihak MNC.  

Semakin menarik rupanya.  

Update :

Pemasangan logo TPI versi baru telah dilakukan hari ini, menggantikan logo MNCTV yang melekat sebelumnya, setelah upaya penguasaan yang telah dilakukan kemarin. Info terakhir, pagar kantor Taman Mini telah ditutup.

Apakah ini titik terang?


Eksplorasi konten lain dari @plbk.investasi

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.


Komentar

4 tanggapan untuk “MNC dan Masalahnya Bertubi-tubi”

  1. Sampai segitu dalam pengamatannya. Luar biasa.

    Suka

  2. Seperti yg sudah saya komentari di postingan di tahun 2015 tentang kasus TPI ini beserta bukti bocoran gambar hasil jepretan keuangan oleh pak B, dibagian paling bawah terdapat tulisan “sewa tower 12 bulan (jul – des)” yang berarti TPI akan bersiaran menggunakan jaringan baru dan menyewa transpoder baru serta kemungkinan bisa mula bersiaran (uji coba) bulan ini.
    Tetapi apa mungkin ada sangkut pautnya dgn rekajasa infrakomindo? Who knows?

    Suka

  3. update lagi, titik yang “sangat terang” http://tinypic.com/r/24m55hl/9

    Suka

  4. Heran, saat konpers stlh diperiksa kok lebih byk kampanye partainya yah

    Suka

Tinggalkan komentar


Popular Categories



Cari tulisan saya disini