FKS, FISH dan Harapan untuk AISA

Waktu baca :

4 menit
Trakteer Saya

“Bola Deli, Bola Deli…”

Sekitar tahun ini, ada iklan tepung yang cukup sering diputar di televisi. Tidak tanggung tanggung, nama nama yang tergolong tenar di media sosial pun menjadi bintang iklannya. Salah satunya, istri selebritas Ruben Onsu, Sarwendah. Namun ini bukan soal iklannya, namun logo yang muncul di akhir iklan : FKS. Yes, FKS Group mulai mencoba tenar di masyarakat, menyaingi grup Indofood yang sudah lama membanjiri iklan televisi.

Yang lalu, saya membahas soal FKS Food Sejahtera atau AISA. Namun kali ini, sekaligus menjawab pertanyaan salah satu followers, saya mencoba menjawab seputar FKS yang dianggap sukses memperbaiki emiten FISH, atau FKS Multi Agro. Memang pada awal awal akuisisi AISA, pompoman kesuksesan FISH ini sering beredar dan dianggap membuat AISA berpotensi mirip mirip doi. Hmm, mari kita cek faktanya….

=====

Tahukah kamu, kalau FKS itu sebenarnya berawal dari nama awal perusahaan ini? Jadi, nama mereka dulu adalah Fishindo Kusuma Sejahtera. Perusahaan ini lahir tepat 30 tahun yang lalu, pada 1992. Pada 2002, perusahaan melakukan IPO dan menjadi FKS Multi Agro pada 2006.

Nama FKS inilah yang akhirnya menjadi brand identity satu grup FKS sejak 2016, meski peralihan supplier sudah mulai terlihat sejak 2014 (sejak Lim Aun Seng – komisaris AISA – masuk menjadi Direktur Utama). Strategi ini mengingatkan saya pada (lagi lagi) Grup MNC yang besar di media, namun memakai nama MNC di bank hingga batu bara.

Sekarang, grup FKS menguasai sejumlah bisnis terkait pangan dan pertanian, dari tepung, gula, distribusi hingga consumer goods, berskala global dengan pusat di Singapura. Boleh dibilang, FKS hampir menyerupai grup Indofood

Kembali ke FISH. Seperti namanya, perusahaan keluarga Edy Kusuma ini awalnya hanya mengolah ikan sarden menjadi tepung dan minyak ikan. Keduanya menjadi pakan hewan. Masa kejayaan pertama FISH justru muncul pada krisis ekonomi 1997-1998. Saat itu, pendapatan FISH (berdasarkan prospektus) masing-masing Rp 8 milyar dan Rp 24 milyar.

Ikan saat itu melimpah karena kondisi iklim mendukung. Namun, pada 1999 pendapatannya merosot drastis karena tangkapan ikan lebih rendah. Disinilah manajemen mengubah strategi seperti sekarang. Mulai dari impor bungkil kacang kedelai, kemudian sejumlah komoditas untuk pakan dan lainnya seperti jagung, kacang kedelai dan olahan olahan lainnya. Bisnis FISH berubah menjadi perdagangan. Bisnis awalnya tetap ada, namun sizenya minimal.

Bisnis FISH sederhana. Mereka mengimpor komoditas tadi dan menjual ke pasar domestik. Sejumlah perusahaan terkemuka menjadi pelanggan rutin, seperti Malindo Feedmill (MAIN), Japfa (JPFA) dan grup Charoen Pokphand (CPRO dan CPIN). Secara tak langsung, FISH mempengaruhi bisnis mereka. Harga pakan menjadi satu faktor yang mempengaruhi hasil dan harga jual dari peternakan maupun perikanan.

Namun, karena kebanyakan impor dan dijualnya kepada pelanggan domestik, FISH menghadapi dua tantangan sekaligus : harga komoditas dan kurs USD vs Rp. Ini mempengaruhi kinerja FISH. Kita bandingkan dengan harga kacang kedelai dan harga jagung secara global.

Harga jagung dan kedelai 2012-2022

Meski demikian, FISH tetap mencetak prestasi. ROE dobel digit, dengan pembagian dividen tak terputus (sejak data yang saya peroleh di 2006). Semua ini diraih tanpa rights issue sejak IPO, hanya mengandalkan pinjaman bank – mayoritas pinjaman modal kerja, karena bisnis beginian biasanya kejar volume sehingga perlu “pelicin”.

Ekspansi berlanjut ke logistik. Mereka memiliki gudang terpadu, beserta terminal curah kering untuk membantu proses distribusi produk produk komoditas tersebut. Mereka juga memiliki armada truk tersendiri. Logistik ini digunakan oleh grup teraffiliasi FKS dan eksternal. Mereka memiliki terminal curah kering terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara yang berlokasi di Surabaya. Terminal ini dikembangkan bersama CPIN dan JPFA.

Terkhusus grup FKS, ada FKS Pangan yang menjadi distributor produk konsumen, dari beras, minyak goreng, tepung hingga snack. Meski perusahaan ini sempat “dialihkan” ke perusahaan grup FKS, namun perusahaan ini kembali ke FISH pada 2022 ini. FKS Pangan inilah yang kini mendistribusikan sebagian besar produk AISA.

Sebagai cikal bakal grup FKS, FISH telah berhasil menempatkan grup ini lebih tinggi dalam percaturan bisnis pangan dan konsumer di Indonesia.

Untuk menjawab pertanyaan di awal. FISH sebenarnya tidak pernah “bermasalah” sejak IPO. Mereka malah menjadikan IPO ini sebagai momentum pertumbuhan. FISH bertumbuh tanpa satupun rights issue dan terus membagikan dividen. Model bisnisnya pun mendukung, karena kebutuhan pakan dan pangan yang besar. Pelanggannya pun sebagian besar nama terkenal. Boleh dibilang, FISH ini salah satu contoh yang agak langka di lantai bursa sini.

Nah, yang lebih tepat, apakah AISA akan bisa mengikuti FISH? Ini yang perlu kita pantau.


Eksplorasi konten lain dari @plbk.investasi

Mulai berlangganan untuk menerima artikel terbaru di email Anda.


Komentar

Tinggalkan komentar


Popular Categories



Cari tulisan saya disini